Laman

Senin, 05 Agustus 2013

APAKAH PERLU DIKUMANDANGKAN ADZAN & IQAMAH KETIKA SHALAT IED?

Assalammu'alaikum...




     Alhamdulillah, masih sempat nulis artikel baru. Yang dibahas juga masih mengenai shalat hari raya. Bedanya kali ini yang akan dikupas tuntas setajam silet (he...he...he...) adalah mengenai pertanyaan apakah perlu dikumandangkan adzan dan iqamah saat shalat ied? sebelum dikupas pembahasannya mari kita awali dengan basmallah.


Bismillahirrahmanirrahim...

     *Apakah Perlu Di Kumandangkan Adzan dan Iqamah?*

     Adzan merupakan seruan untuk melaksanakan shalat. Seruan bahwasanya sudah masuk waktu shalat. Sementara Iqamah adalah pertanda akan dimulainya shalat. Lalu, kenapa tidak dikumandangkan adzan dan iqamah ketika shalat hari raya, baik fitri maupun adha. Padahal saat itu kita akan melaksanakan shalat berjamaah yang sudah pasti terdiri dari banyak jamaah.



           Jawabnya tertera dari perkataan para sahabat Rasulullah saw. di bawah:

          Dari Ibnu Abbas dan Jabir bin Abdullah ra. mereka berkata, "Tidak pernah dikumandangkan adzan baik pada hari raya fitri maupun pada hari raya adha." (Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari II: 451 no: 960 dan Muslim II: 604 no: 886).


          Dari Jabir (bin Abdullah) ra. bahwa tiada adzan untuk shalat hari raya fitri (dan hari raya adha) ketika khatib (belum) datang dan tidak (pula) sesudahnya, dan tiada (pula) iqamah, tiada (pula) seruan, tiada pula sesuatu apapun, pada hari iti tiada seruan adzan dan tiada (pula) iqamah." (Hadits ini bagian dari hadits Imam Muslim sebelumnya).

           Maka sudah jelas bahwa tiada (tidak perlu) adzan maupun iqamah saat shalat hari raya fitri maupun adha. Karna memang tiada contoh dari Rasulullah saw. sendiri maupun para sahabatnya.

                                                                       ***

Sekian artikel saya.
Semoga bermanfaat bagi para pembaca.
     Wassalammu'alaikum.

(Dikutip dari buku Al-Waziz karya 'Abdul 'Azhim bin Badawi Al-Khalafi )

SHALAT HARI RAYA

Assalammu'alaikum...

   

 Allahuakbar...
    Allahuakbar...
    Laa ilaha ilallahu Allahuakbar...
    Allahuakbar Walillah Ilham...


     Gak terasa nih... sebentar lagi bulan syawal. Begitu banyak yang sudah kita lalui selama satu bulan berpuasa. Godaan, dan segala cobaan saat berpuasa, Sahur dan berbuka... segalanya takkan terlupakan. Rasanya amat sedih mengingat bulan penuh berkah ini akan segera berakhir...
Semoga kita masih bertemu Ramadhan Tahun depan... Amiin...
     Nah mengingat sebentar lagi Idul Fitri, maka kali ini saya akan menuliskan mengenai shalat hari raya (jreng..jreng...jreng...). Oke mari kita mulai dengan membaca basmallah...

Bismillaahirrahmaanirrahim...

1. Hukum Shalat Hari Raya


     Mengenai hukum shalat haru raya, para ulama berbeda pendapat. Ada ulama yang mengatakan Wajib Ain. Ada pula yang berpendapat Fardhu Kifayah, apabila telah ada sebagian muslim yang melaksanakan maka gugurlah kewajiban dari yang lain. Adapula ulama yang berpendapat Sunnah Muakad (sangat ditekankan).
      Tetapi yang kuat diantaranya adalah pendapat yang pertama, yaitu wajib atas kaum laki-laki dan perempuan, karena Nabi saw. selalu mengerjakannya dan menyuruh kaum perempuan agar keluar untuk mengerjakannya:

     Dari Ummi 'Athiyah ra., ia bertutur, "Kami diperintah (oleh Nabi saw.) untuk membawa keluar anak perempuan yang sudah baligh dan anak perempuan yang masih perawan (pada hari raya puasa dan haji)." (Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari II: 463 no:974, Muslim II: 605 no: 890, 'Aunul Ma'bud III: 487 no: 1124, Tirmidzi II: 25 no: 537, Ibnu Majah I: 414 no: 1307, dan Nasa'i III: 180).

     Dari Hafsah bin Sirin, ia bercerita, "Kami pernah melarang anak-anak perawan kami keluar (ketanah lapang) pada hari raya, kemudian datanglah seorang perempuan, lalu singgah diistana Bani Khalaf. Kemudian aku datang kepadanya, lalu ia bercerita, bahwa suami saudara perempuannyaikut perang bersama Rasulullah saw. sebanyak dua belas kali. Sedangkan saudara perempuan itu ikut perang bersama Rasulullah sebanyak enam kali, lalu ia berkata, "Kami (kaum wanita) mengurus pasukan yang sakit dan mengobati prajurit yang terluka." Kemudian bertutur, "Ya Rasulullah, salah seorang diantara kami tidak punya jilbab, lalu apakah ia berdosa manakala tidak hadir?" Maka Rasulullah menjawab, "Hendaklah rekannya sesama perempuan memberi pinjaman jilbabnya kepadanya, kemudian hadirlah (ketanah lapang) mendengar kebajikan dan dakwah yang ditujukan kepada orang-orang mukmin." (Muttafaqun 'alaih: al-Misykah no: 1431 dan fathul Bari II: 469 no: 980).

2. Waktu Shalat 'ID

     Dari Yazid bin Khumair ar-Rahabi, berkata: Telah keluar Abdullah bin Busr, seorang sahabat Rasulullah saw. dengan orang-orang pada hari raya idul fitri atau adha, kemudian ia menyayangkan keterlambatan sang imam maka Abdullah menegaskan, "Sesungguhnya kami telah meluangkan waktu kami ini, yaitu di kala bertasbih". (Shahih: Shahih Abu Daud no: 1005, 'Aunul Ma'bud III: 486 no: 1124 dan Ibnu Majah I: 418 no: 1317).

     (Yang dimaksud "ketika matahari mulai meninggi" ialah ketika matahari mulai tinggi dan waktu terlarang sudah berakhir dan waktu malaksanakan shalat sunnah sudah tiba. Periksa ulang 'Aunul Ma;bud III: 486).

3. Pergi Ke Tanah Lapang

     Dari hadits-hadits diatas kita dapat memahami, bahwa lokasi pelaksanaan shalat 'Id adalah tanah yang lapang, bukan didalam masjid. Sebaba, Nabi saw. mengerjakan shalat ini di tanah lapang dan sunnah ini dilanjutkan oleh generasi selanjutnya.

                                                                           ***

Semoga yang saya tuliskan ini bermanfaat.
Wassalammu'alaikum...

(Dikutip dari buku Al-Waziz karya 'Abdul 'Azhim bin Badawi Al-Khalafi, dengan sedikit perubahan).

BEBERAPA AMALAN SUNNAH YANG DI ANJURKAN PADA HARI RAYA

Assalammu'alaikum...

Hehe... ngepos terus nih kayaknya. Mumpung sempat. Apa salahnya berbagi ilmu?. ^_^
    Kali ini masih mengenai hari raya. Yaa... Bosen mungkin sih. Ah, gak ada bosennya kalau untuk belajar. Jadi ngelantur nih. Langsung aja ya, mari kita mulai dengan basmallah..

     Bismillahirrahmanirrahim...


     Ada beberapa amalan sunnah yang dianjurkan ketika hari raya, antara lain:

1. Mandi Sekujur Tubuh

         Sudah pasti saat mau melaksanakan shalat hari raya kita mandi terlebih dahulu. Yang gak mandi, Wah... keterlaluan. Sudah tahu belum, kalau mandi sekujur tubuh saat hari raya ini merupakan Sunnah. Sebagaimana perkataan sahabat Ali ra.:

     Dari Ali ra. bahwa ia pernah ditanya perihal mandi, maka dia menjawab, "Yaitu pada hari Jum'at, hari 'Arafah, hari raya, dan hari raya Idul Adha." (HR. Baihaqi).


2. Menggunakan Pakaian Terbaik

     Hmmm... Utuk yang satu ini tidak pernah ketinggalan. Setiap mendekati lebaran, pasti para pembaca sibuk dan dengan rela merepotkan diri untuk membeli pakaian buat lebaran. Bahkan tak segan-segan merogoh kocek lebih dari biasanya demi membeli pakaian buat lebaran. Tahu tidak, bahwa memakai pakaian terbaik saat lebaran itu merupakan sunnah. Tidak mesti baru, yang penting terbaik. Ya, bila mampu memang tiada salahnya membeli pakaian baru, asal jangan berlebih-lebihan. Karna Allah awt. melarang umat islam berlebih-lebihan.

     Jika memang tak mampu membeli pakaian baru, tidak perlu dipaksakan. Sudah cukup dengan memakai pakaian yang terbaik menurut kita. Toh sunnahnya adalah memakai pakaian terbaik. Tidak mesti baru. Hal ini sesuai dengan perkataan salah seorang sahabat:

     Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata, "Rasulullah menggunakan kain ganggang Yaman pada hari raya." (Sanadnya jayyid Ash-shahihah no: 1279 dan Al-haitsami dalam Majma'uz Zawa II: 201 berkata, "Diriwayatkan Thabrani dalam kitab al-Ausath dengan perawi-perawi yang tsiqah).

     Oleh karna itu perbaiki niat. Kalau biasanya para pembaca memakai pakaian terbaik dihari raya agar kelihatan ngetren dan gak katinggalan zaman, maka setelah membaca artikel ini, berniatlah memakai pakaian bagus itu karna memang disunnahkan. Sebab segalanya itu tergantung. Kalu niat hanya untuk pamer, sia-sia dong.


3. Makan Sebelum Berangkat Pada Hari Raya Puasa

     Buat para pembaca yang biasanya keburu, atau malas makan sebelum shalat Idul fitri, maka mulai sekarang makanlah terdahulu sebelum berangkat Shalat Idul Fitri. Karni ini merupakan sunnah. Hal ini berdasarkan ucapan seorang sahabat:

     Dari Anas ra. ia berkata, "Adalah Rasulullah tidak berangkat (ketanah lapang) pada idul fitri sehingga makan beberapa buah kurma." (Shahih: Shahih Tirmidzi no: 448, Fathul Bari II: 446 no: 593 dan Tirmidzi II: 27 no: 541).

4. Menangguhkan Sarapan Pagi Pada Hari 'Idul Adha Hingga Sarapan Pagi dengan Daging Kurbannya

     Nah, jika shalat idul fitri kita disunnahkan makan terlebih dahulu sebelum berangkat Shalat, berbeda lagi dengan shalat Hari raya kurban. Disunnahkan menangguhkan makan atau sarapan sampai memotong kurban. Ini sesuai dengan perkataan seorang sahabat:

     Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. tidak berangkat (ke tanah lapang) pada hari idul fitri sebelum sarapan, dan tidak sarapan pada hari raya qurban hingga beliau menyembelih binatang qurbannya." (Shahih: Shahih Tirmidzi 447, Ibnu Khuzaimah II: 341 no: 1426, Tirmidzi II: 27 no: 540 dengan lafazh, "HATTA YUSHALLIYYA (=hingga beliau shalat).


5. Melewati Jalan Lain

     Sesuai dengan uacapan sahabat:

     Dari Jabir ra., "Adalah Nabi saw. apabila hari raya melewati jalan yang berbeda (antara pulang dan pergi)." (Shahih: Al Misykah no: 1434 dan Fathul Bari II: 472 no: 968).


6. Takbir Pada Dua Hari Raya

     Takbir pada hari idul fitri sebagaimana firman Allah swt.:

     "Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (QS.Al-Baqarah: 185).


     Adapun takbir pada hari raya qurban, didasarkan firman Allah swt.:

     "Dan berdzikirlah dengan menyebut nama Allah dengan beberapa hari yang terbilang." (QS. Al-Baqarah: 203).

     Dan firman Allah swt.:

     "Demikianlah Allah telah menundukkan untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu." (QS. Al-Hajj:30).

                                                                           ***

     Semoga artikel kali ini bermanfaat.
Wassalammu'alakum.

(Di Kutip dari kitab Al-Wajiz karya 'Abdul 'Azhim bin Badawi Al-Khalafi)



"PUASA (Rukun & Hal-Hal yang Membatalkan Puasa)

Assalammu'alaikum...
Semoga kita semua sama-sama berada dalam keridhaan dan perlindungan Allah swt...


     Kembali kita akan membahas mengenai puasa. Namun bedanya, yang kita bahas kali ini adala Rukun-rukun dan hal-hal yang membatalkan puasa. Ok, tidak banyak basa-basi, langsung saja, yang kita bahas pertama kali adalah:


1. Rukun-Rukun Puasa

     a.     Niat, didasarkan pada firman Allah swt.:


               "Padahal mereka tidak diperintahkecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya (dalam menjalankan) agama dengan lurus." (QS. Al- Bayyinah:5)

Dari sabda Nabi saw.:


     "Sesungguhnya segala amal bergantung pada niatnya; dan sesungguhnya setiap orang hanya akan mendapat apa yang telah diniatkannya." (Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari I: 9 no: 1, Muslim III: 1515 no: 1907, 'Aunul Ma'bud VI: 284 no: 2186, Tirmidzi III: 100 no: 1698, Ibnu Majah II: 1413 no: 4227 dan Nassa'i I: 59.)


     Niat yang tulus ini harus ditancapkan dalam hati sebelum terbit fajar shubuh setiap malam. Hal ini ditegaskan dalam hadits:

     "Dari Hafshah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang tidak menetapkan niat puasa sebelum fajar (shubuh), maka tidak puasa baginya." (Shahih; Shahihul Jami'ua Shagir no: 6538, 'Aunul Ma'bud VII: 122 no: 2437, Tirmidzi II: 116 no: 726, dan Nasa'i IV: 196 dengan redaksi yang hampir sama.)


     b.     Menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa, sejak terbitnya fajar sampai dengan terbenamnya matahari. Allah Ta'ala berfirman:

              "Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam." (QS. Al-Baqarah: 187).




2. Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

     Yang membatalkan puasa ada enam perkara:
      a dan b. Makan dan minum dengan sengaja.

          Oleh karna itu, jika makan dan minum karena lupa, maka yang bersangkutan tidak wajib mengqada'nya dan tidak perlu membayar kafarah:

           Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda, "Barangsiapa lupa, padahal ia berpuasa, lalu makan atau minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya; karena sesungguhnya ia diberi makan dan minum oleh Allah." (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no: 6573, Muslim II: 809 no: 1155 dan lafazh ini baginya, Fathul Bari IV: 155 no: 1923, Ibnu Majah I: 535 no: 1673 dan Tirmidzi II: 112 no: 717).


     c.     Muntah dengan sengaja.

           Maka dari itu, kalau seseorang terpaksa muntah, maka ia tidak wajib mengqadha'nya dan tidak usah membayar kafarah:

          Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang terpaksa muntah, maka tidak ada kewajiban qadha' atasnya; dan barangsiapa yang muntah dengan sengaja, maka haruslah mengqadha'!" (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no: 6243, Tirmidzi II: 111 no: 716, 'Aunul Ma'bud VII: 6 no: 2363 dan Ibnu Majah I: 536 no: 1676).


     d dan e. Haidh dan nifas, walaupun itu terjadi menjelang waktu maghrib.
              Hal ini berdasarkan ijma' ulama'.

     f.     Jima', yang karenanya orang yang bersangkutan wajub membayar kafarah sebagaimana termaktub dalam berikut ini:


          Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Tatkala kami sedang dudu-duduk disamping Nabi saw. tiba-tiba ada seorang sahabat bertutur, "Ya Rasulullah, saya celaka." Beliau bertanya. "Ada apa?" Jawabnya, 'Saya berkumpul dengan istriku, padahal saya sedang berpuasa (Ramadhan).' Maka sabda Rasulullah saw., "Apakah engkau mampu memerdekan seorang budak?" Jawabnya, "Tidak." Beliau bertanya (lagi), "Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?" Jawabnya, "Tidak" beliau bertanya (lagi), "Apakah engkau mampu memberi makan enampuluh orang miskin?" Jawabnya, "Tidak." Maka kemudian Nabi saw. diam termenung, ketika kami sedang duduk termenung, tiba-tiba dibawakan kepada Nabi saw. sekeranjang kurma kering. Lalu beliau bertanya, "Di mana orang yang tanya itu?" Jawabnya, "Saya (ya Rasulullah)." Sabda beliau (lagi), "Bawalah sekeranjang kurma ini, lalu shadaqahkanlah (kepada orang yang berhak)." Maka (dengan terus terang) laki-laki itu berujar, "Akan kuberikan kepada orang yang lebih fakir dari pada saya ya Rasulullah? Sungguh, di antara dua perkampungan itu tidak ada keluarga yang lebih fakir daripada keluargaku." Maka kemudian Rasulullah saw. tertawa hingga tampak gigi taringnya. Kemudian beliau bersabda kepadanya, "(Kalau begitu), berilah makan dari sekeranjang kurma ini kepada keluargamu!" (Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari IV: 163 no: 1936, Muslim II: 781 no: 1111, 'Aunul Ma'bud VII: 20 no: 2373, Tirmidzi II: 113 no: 720 dan Ibnu Majah I: 534 no: 1671).

                                                                        ***




Demikian yang bisa saya tuliskan.
Semoga bermanfaat buat para pembaca semua.

     Wassalammu'alaikum...

(Dikutip dari buku Al-Wajiz karya 'Abdul 'Azhim bin Badawi Al-Khalafi)

PUASA RAMADHAN

Assalammu'alaikum saudaraku sekalian...






     Kali ini saya akan menuliskan tentang puasa ramadhan. Meski sebenarnya kadaluarsa, tapi tidak ada kata terlambat untuk belajar. Karna memang kita dituntut untuk belajar dari mulai buaian hingga liang lahat. Lagi pula masih ada ramadhan tahun depan yang mudah-mudahan kita semua bertemu dengannya. Tidak mau terlalu banyak berbasa basi, yang pertama kali akan saya bahas disini adalah mengenai hukum berpuasa ramadhan.

1.Hukum Puasa Ramadhan

    Puasa Ramadhan adalah salah satu dari rukun islam dan salah satu fhardu dari sekian banyak fardhunya. Sesuai dengan firman Allah swt.:

     "Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa." (QS. AL-Baqarah:183)

Sampai pada ayat:

     "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karna itu, barang siapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa dibulan itu. (QS. AL-Baqarah:185)


Hadist Rasulullah saw.:

     Dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Islam ditegakkan diatas lima perkara: (pertama) bersaksi bahwa tiada ilah (yang patut diibadahi) kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah rasul utusan-Nya, (kedua) menegakkan shalat, (ketiga) mengeluarkan zakat, (keempat) menunaikan ibadah haji, da (kelima) berpuasa dibulan ramadhan." (Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari I: 106, Muslim I: 40 no: 11, 'Aunul Ma'bud II: 53 no: 387, dan Nasa'i IV: 121)


     Umat Islam sepakat atas wajibnya puasa Ramadhan dan ia termasuk salah satu rukun Islam yang harus diketahui dengan sebuah kelaziman sebagai bagian dari Islam, dan bahwa orang yang mengingkarinya menjadi murtad (keluar) dari Islam. (Periksa Fiqhus Sunnah I: 366)


2. Keutamaan Puasa Ramadhan

    Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam sejarah pada hadist berikut ini:

     Dari abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa berpuasa ramadhan karena iman dan mengharap pahala disisi Allah, niscaya diampunilah baginya dosa-dosanya yang telah lalu." (Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari I: 155 no: 1901, Nasa'i IV: 157, Inu Majah I: 526 no: 1641, dan Muslim I: 523 no: 760)


     Dari Abuhurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Allah berfirman, 'Setiap amal anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Maka sesungguhnya ia untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya.' Shiyam [puasa] adalah sebagai tameng. Oleh karena itu, bila seorang diantara kamu berpuasa, janganlah ia berkata kotor, janganlah berteriak dan jangan (pula) bersikap dengan sikapnya orang-orang jahil. Jika ia dicela atau disakiti oleh orang lain, maka katakanlah, 'sesungguhnya aku sedang berpuasa,' [dua kali]. Demi dzat yang diri Muhammad berada digenggaman-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa disisi Allah pada hari kiamat (kelak) jauh lebih harum dari pada semerbaknya minyak kasturi. Disamping itu, orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan yang dirasakannya: apabila ia berbuka maka ia merasa gembira dengan buka puasanya, dan apabila berjumpa dengan Rabbnya, maka ia berbahagia dengan puasanya." (Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari IV: 118 no: 1904, Muslim II: 807 no: 163 dan 1151 dan Nasa'i IV: 163)


     Dari Sahl bin Sa'ad ra. bahwa Nabi saw. bersabda, "Sejatinya didalam syurga terdapat pintu yang disebut Rayyan, pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa akan masuk (syurga) melalui pintu tersebut, tak seorang pun selain mereka yang boleh masuk darinya. Dikatakan kepada mereka, 'Dimana orang-orang yang (rajin) berpuasa?' Maka segera mereka berdiri (untuk masuk darinya). tak seorang pun selain mereka yang boleh masuk darinya. Manakala mereka sudah masuk (syurga darinya), maka dikuncilah pintu tersebut, sehingga tak seorang pun (selain mereka) yang masuk darinya." (Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari IV: 111 no: 1896, Muslim II: 808 no: 1152, Tirmidzi II: 132 no: 762 dan Ibnu Majah I: 525 no: 1640, serta Nasa'i IV: 168 dengan redaksi yang mirip dan ada tambahan pada Imam yang tiga).



3. Orang yang Wajib Melaksanakan Puasa


     Para Ulama sepakat bahwa puasa wajib dilaksanakan oleh orang muslim, yang berakal sehat, baligh, sehat, dan muqim [tidak sedang bepergian] dan untuk perempuan harus dalam keadaan suci dari darah haidh dan nifas. (Lihat Fiqhus Sunnah I: 506)

     Adapun tidak diwajibkannya puasa atas orang yang tidak berakal sehat dan belum baligh, didasarkan pada sabda Nabi saw.:

     "Diangkat pena dari tiga golongan (pertama) dari orang yang gila hingga sembuh, (kedua) dari orang yang tidur hingga bangun dari tidurnya, dan (ketiga) dari anak kecil sampai ihtilam [bermimpi basah]". (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no: 3514 dan Tirmidzi II: 102 no: 693).


     Adapun tidak diwajibkan puasa atas orang yang tidak sehat, tapi muqim mengacu pada firman Allah swt. :

    "Maka barangsiapa diantaramu ada yang sakit atau dalam perjalan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (QS. AL-Baqarah: 184)


     Namun jika ternyata orang yang sakit atau musafir itu tetap berpuasa, maka puasanya mencukupi keduanya. Karena dibolehkannya keduanya berbuka itu hanyalah sebagai rukhshah, keringanan bagi mereka. Maka jika mereka berdua tetap bersikeras untuk mengamalkan ketentuan semula, 'azimah, maka itu lebih baik.

                                                                              ***


Demikianlah yang bisa saya tuliskan semoga bermanfaat bagi kita semua.  Dan mengenai rukun dan hal-hal yang membatalkan puasa akan saya share di tulisan selanjutnya.

Wassalammu'alaikum...
     [Dikutip dari kitab Al-Wajiz karya 'Abdul 'Azhim bin Badawi Al-Khalafi]

Sabtu, 03 Agustus 2013

WAHYU PERTAMA NABI MUHAMMAD SAW.

Assalammu'alaikum Saudara-Saudaraku seiman dan seakidah.



    Kesempatan kali ini saya akan menceritakan sedikit tentang kisah turunnya wahyu pertama kepada baginda Rasulullah Muhammad saw. Pada malam 17 Ramadhan, bertepatan dengan 6 agustus 610 Masehi, diwaktu Rasulullah saw. sedang bertahannuts di gua Hira', datang lah malaikat Jibril. Jelasnya saya tuliskan dibawah ini. Kisah ini saya kutib langsung dari kitab Shahih Muslim .


Dari Aisyah -istri Nabi saw-. menceritakan:
     "Mula pertama Rasulullah saw. menerima wahyu adalah mimpi benar dalam tidur. Setiap kali beliau bermimpi, mimpi itu datang bagaikan terangnya subuh. Kemudian beliau diberi rasa suka bersunyi diri. Biasanya beliau menyepi di gua Hira'. Disana beliau beribadah bermalam-malam, sebelum kembali kepada keluarganya (istrinya). Untuk itu beliau membawa bekal. Setelah beberapa hari, beliau pulang kepada Khadijah, mengambil bekal lagi untuk beberapa malam. Hal itu terus beliau lakukan, sampai secara mendadak wahyu datang ketika beliau sedang berada di gua Hira'. Ada malaikat (Jibril as.) datang dan berkata: "Bacalah!". 

Beliau (Rasulullah saw.) menjawab: "Aku tidak bisa membaca".

Rasulullah saw. bersabda: "Malaikat itu menangkap dan mendekapku, hingga aku merasa kepayahan. Lalu ia melepaskanku seraya bertkata: "Bacalah!".

Aku menjawab: "Aku tidak bisa membaca."

Dia menangkap dan mendekapku lagi untuk yang kedua kali, hingga aku merasa kepayahan. Kemudian ia melepaskan sambil berkata: "Bacalah!".

Aku menjawab: "Aku tidak bisa membaca." 

Dan untuk yang ketiga kalinya ia menangkap dan mendekapku, hingga aku merasa kepayahan. Lalu ia melepaskanku dan mengatakan: "IQRA' BISMI RABBIKA......... (Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang mengajar manusia dengan perantara kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahui. Surat Al- Alaq: 1-5)



Rasulullah saw. pulang membawa ayat tersebut dalam keadaan bergetar seluruh tubuhnya, hingga beliau masuk kerumah Khadijah seraya berkata: "Selimutilah aku, selimutilah aku!".

Orang-orang pun menyelimutinya, hingga hilang rasa gentar dirinya.

Kemudian beliau berkata kepada Khadijah: "Hai Khadijah apa yang telah terjadi denganku?". Lalu beliau menceritakan seluruh peristiwa.

Beliau berkata: "Aku benar-benar khawatir terhadap diriku".

Khadijah menghibur beliau: "Jangan begitu, bergembiralah! Demi Allah, Allah tidak bakal menghinakanmu, selamanya. Demi Allah! sungguh engkau telah menyambung tali persaudaraan, engkau selalu jujur dalam kata, engkau telah memikul beban orang lain, engkau suka mengusahakan kebutuhan orang tak punya, engkau senang menyuguh tamu dan senantiasa membela kebenaran".

     Kemudian Khadijah mengajak beliau untuk datang kepada Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdil Uzza, saudara misan Khadijah. Ia adalah seorang yang sudah menjadi Nasrani pada zaman Jahiliyyah. Ia suka menulis dengan tulisan Arab dan cukup banyak menulis dari kitab injil dengan tulisab Arab. Ketika itu, ia telah tua dan buta.

Khadijah berkata kepadanya: "Paman, dengarkanlah cerita anak saudaramu ini".

Waraqah bin Naufal berkata: "Hai anak saudaraku, apa yang engkau alami?".

Rasulullah saw. menceritakan semua peristiwa yang beliau alami. 

     Mendengar penuturan itu, Waraqah berkata: "Ini adalah Namus (Jibril) yang dulu diturunkan kepada Musa as. oh, kalau saja dimasa kenabianmu itu aku masih muda belia, oh, kalau saja aku masih hidup saat engkau diusir oleh kaummu".

Rasulullah saw. bertanya: "Apakah mereka akan mengusirku?".

     Jawab Waraqah: "Ya benar, tidak seorang pun yang datang membawa apa (ayat-ayat) yang engkau bawa itu yang tidak dimusuhi. Sekiranya aku masih mendapati hari itu, pasti aku akan membelamu sekuat-kuatnya"

                                                            ***



Demikian yang mungkin bisa saya tuliskan, semoga yang saya tuliskan ini menjadi pelajaran bermanfaat buat kita semua.

Wassalammu'alaikum...